Jumat, 30 November 2012

Media Cetak, Akan Tetap Bertahan atau Menghilang?


Bagaimana masa depan media cetak? Akankah media cetak tetap bertahan atau justru akan menghilang ditengah derasnya arus perkembangan media online? Tak heran jika hal tersebut banyak ditanyakan oleh berbagai pihak, mengingat dizaman teknologi internet seperti sekarang ini, keeksisan media cetak semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari semakin menurunnya jumlah oplah koran, baik di Indonesia maupun di dunia. Selain itu, mulai banyak industri-indutri koran yang gulung tikar, seperti yang baru-baru ini dialami oleh salah satu industri raksasa koran di AS. Melihat hal tersebut, banyak pihak yang memprediksi bahwa suatu saat nanti media cetak akan benar-benar menghilang, dan digantikan oleh media online.

 
Jika dilihat dari semakin menurunnya permintaan dan produksi koran, serta semakin meningkatnya jumlah pengguna internet, bukan tidak mungkin prediksi mengenai “kematian” media cetak akan benar-benar terjadi. Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagian masyarakat lebih memilih untuk membaca berita yang tersaji di media online daripada di media cetak. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia semakin meningkat dan pada tahun 2012 jumlah tersebut mencapai 61 juta pengguna (sumber:tekno.liputan6.com). Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh media online pun menjadi alasan masyarakat lebih memilih media online daripada media cetak.

Kelebihan yang pertama yaitu berita yang disajikan dalam media online lebih up-to-date dibandingkan dengan berita yang disajikan dalam media cetak. Berbeda dengan media cetak yang memiliki periodisasi penerbitan (per hari, per minggu, per bulan, dsb), media online tidak terpaku pada periodisasi penerbitan. Peristiwa yang baru terjadi hari ini bisa langsung dimuat oleh media online dan bisa langsung dibaca oleh masyarakat yang mengaksesnya. Sedangkan untuk media cetak, peristiwa yang terjadi hari ini, baru akan dimuat keesokan harinya. 

Yang kedua, media online lebih praktis untuk digunakan, apalagi didukung dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan selalu memberikan kemudahan-kemudahan baru bagi masyarakat. Masyarakat dengan mudah bisa mengakses internet dan membaca berita-berita di media online melalui smartphone dan gadget-gadget lainnya. Selain itu, media online juga memungkinkan penggabungan berbagai format penyajian, seperti penggabungan antara tulisan, video dan audio, yang tidak bisa ditemukan pada media cetak.

Selanjutnya, media online dianggap lebih ramah lingkungan. Isu global warming yang berkembang di masyarakat semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Bagi mereka yang menerapkan gaya hidup tersebut, media cetak dianggap tidak ramah lingkungan, karena kebanyakan orang cenderung hanya membaca koran yang dibelinya sekali saja, dan kemudian koran hanya menjadi kertas bekas dan tidak terpakai. Apalagi sekarang industri media cetak sudah mulai memanfaatkan terknologi internet dengan menyajikan versi online (seperti koran Kompas yang membuat kompas.com) dan koran versi digital (e-paper)  yang isinya sama persis dengan koran versi cetak. Tentunya mereka lebih memilih versi online dan e-paper jika berita yang disajikan pun akhirnya sama dengan berita yang disajikan dalam koran versi cetak.

Kelebihan berikutnya yaitu media online tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pengguna media online bisa mengakses berita-berita di situs tersebut kapan saja dan dimana saja selama masih ada koneksi internet. Selain itu, media online memungkinkan adanya interaksi antara pembaca dengan penulis berita. Dalam hal ini, pembaca dapat ikut aktif dalam memberikan komentar terhadap berita yang mereka baca melalui kolom-kolom komentar (seperti kolom komentar yang tersedia pada media detik.com dan media-media online lainnya). Selain itu, pembaca juga dimungkinkan untuk aktif menjadi penulis dalam forum-forum seperti kompasiana.com.

Jumlah pembaca koran di negara berkembang seperti Indonesia memang bisa dikatakan masih cukup banyak dibandingkan dengan negara-negara maju yang sudah begitu akrab dengan teknologi internet. Salah satu faktor pendukungnya yaitu masih adanya keterbatasan untuk mengakses internet di daerah-daerah kecil sehingga membuat masyarakat disana belum bisa membaca berita di media online. Akan tetapi, tetap saja jumlah pembaca koran dari hari ke hari semakin menurun, dan hal itu turut menurunkan pula jumlah produksi koran. Penurunan jumlah produksi tentunya juga ikut merugikan industri koran tersebut dan pada akhirnya akan berakibat pada kebangkrutan. Bisa kita lihat juga sekarang sudah banyak industri media cetak yang melakukan konvergensi media, salah satunya dengan membuat versi online (koran Kompas dengan kompas.com, koran Jakarta Post dengan thejakartapost.com, dsb). Jadi, bukan tak mungkin suatu saat nanti media cetak akan benar-benar menghilang karena tidak mampu bertahan melawan arus perkembangan media online.

Senin, 26 November 2012

Ita Sembiring : “Dunia Kampus, Dunia yang Menghidupkan”



Bersahabat dan santai, mungkin itulah kesan pertama saat orang – orang melihat sosok Ita Sembiring. Wanita kelahiran 45 tahun yang lalu ini merupakan salah satu dosen pengajar mata kuliah Manajemen Event Organizer di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara (Fikom Untar), Jakarta. Selain menjadi dosen tetap di Fikom Untar, ia juga sering menjadi dosen tamu di universitas – universitas lainnya, baik di Jakarta maupun luar Jakarta.

Profesi sebagai pengajar memang sudah menjadi impiannya sejak kecil. “Sewaktu SD saya sering mengumpulkan anak – anak tetangga, sambil memegang sebatang kayu, seolah – olah saya bertindak sebagai guru”, ujarnya sambil melepas tawa. 

Perjalanan karirnya sebagai dosen dimulai pada tahun 2009. Berawal dari seorang teman yang merupakan salah satu staf pegawai di Untar, memberitahu bahwa sedang dibuka lowongan sebagai dosen baru di Fikom Untar. Mendengar kabar tersebut, lantas ia langsung memberikan surat lamaran kepada Dekan Fikom Untar, Eko Harry Susanto. Tak disangka, pengajuan lamarannya sebagai dosen di tolak oleh dekan, dengan alasan pendidikannya tidak memenuhi syarat untuk menjadi dosen. “Maaf Bu Ita, syarat untuk menjadi dosen disini minimal harus lulusan S2”, Ita menirukan ucapan dekan beberapa tahun yang lalu. Namun, penolakan itu tak membuatnya patah semangat, sudah tertanam tekad yang kuat pada dirinya bahwa ia harus bisa menggapai impian masa kecilnya. Ia terus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, sampai pada akhirnya ia diterima karena selama proses wawancara ia dianggap memenuhi kriteria sebagai dosen.

Wanita lulusan FISIP UI ini merupakan salah satu dosen favorit para mahasiswa di Fikom Untar. “Asik dan inspiring”, begitulah jawab Adelia, seorang mahasiswi, saat ditanya mengenai sosok Ita Sembiring. Jika dilihat dari cara mengajarnya yang menyenangkan dan lebih banyak menceritakan pengalaman – pengalamannya di dunia kerja, serta lebih mengutamakan praktek langsung daripada teori, maka sudah sepantasnya ia disebut sebagai sosok yang “asik dan inspiring”. Ibu dari dua orang anak ini berusaha untuk tidak membuat jarak antara dirinya sebagai dosen dengan mahasiswa. “Saya menganggap mahasiswa itu sebagai teman, saya bukan mengajar mereka, tapi kami saling berbagi", ujarnya.

Selain aktif sebagai dosen, Ita sembiring juga memiliki kesibukan lain sebagai penulis, PR Manager di salah satu perusahaan, dan pengelola Event Organizer (EO). Meskipun dengan berbagai kesibukan lainnya, ia tetap mencintai profesinya sebagai dosen. Baginya berada di lingkungan kampus itu menyenangkan dan menjadi pemberi semangat saat ia merasa jenuh dengan pekerjaan – pekerjaannya. “Dunia kampus itu, dunia yang menghidupkan. Saat sedang pusing dengan masalah pekerjaan lain, saya cukup ke kampus bertemu dan mengobrol dengan mahasiswa, dalam sekejap semangat pun kembali muncul”, ujar wanita yang pernah menetap di Belanda ini. Ketika ditanya mengenai suka dukanya sebagai dosen, ia lantas menjawab sambil tersenyum “Enggak ada duka sih, lebih banyak sukanya. Karena mengajar itu sudah menjadi pilihan saya, ya saya menikmatinya”.

Selasa, 20 November 2012

Menjadi Seorang Vegetarian, Kenapa Tidak?




Pada tulisan kedua saya ini, saya ingin sedikit berbagi mengenai alasan-alasan mengapa saya memutuskan untuk menjadi seorang vegetarian. Ya siapa tau setelah membaca tulisan ini, ada yang tergerak untuk bervegetarian (AMIN). Bisa dimulai sekarang? Bisa dong! Okee ane mulai sekarang yah broh.HAHA..
2 tahun yang lalu, tepatnya 26 September 2012, saya resmi melantik diri saya sendiri menjadi seorang vegetarian(ude kayak pejabat-pejabat aje pake acara lantik-melantik segala). Keputusan saya untuk bervegetarian bukan tanpa alasan. Alasannya tentu bukan hanya sekedar untuk mengikuti trend atau diet(secara badan ane udah ceking gini). Apalagi alasan agama. BUKAN BANGET. 


Alasan yang paling utama kenapa saya memutuskan untuk bervegetarian yaitu demi menjaga kelestarian lingkungan. Mungkin diantara kalian masih banyak yang bertanya-tanya apa hubungan antara menjadi seorang vegetarian dengan kelestarian lingkungan. Jawabannya : AMAT SANGAT BERHUBUNGAN ERAT. Kalian tentu tahu global warming bukan? Tahukah kalian seberapa besarnya kontribusi konsumsi daging dalam memperparah global warming? Let me tell you. 
  1. Emisi gas yang dihasilkan oleh perternakan merupakan salah satu faktor yang paling berkontribusi dalam efek rumah kaca. Persentase yang disumbangkan oleh peternakan terhadap efek rumah kaca mencapai 18%, bahkan melebihi persentase emisi gas yang dihasilkan oleh gabungan emisi dari semua alat transportasi di dunia (mobil, motor, pesawat, kapal, dll). 
  2. Kalian tahu apa penyebab 70% wilayah hutan Amazon menjadi gersang? Tak lain adalah peternakan. Lebih dari separuh hutan Amazon itu dibabat untuk membuka lahan peternakan. Bayangkan saja jika konsumsi daging meningkat, maka akan semakin banyak lagi hutan yang dibabat untuk pembukaan lahan peternakan.
  3.  Industri peternakan memboroskan banyak sumber air bersih kita. Penelitan Geologikal AS memperkirakan bahwa pada tahun 1990 industri peternakan di seluruh dunia memerlukan hingga 2 milyar galon atau 7,7 miliar liter air (1 galon=3,885 liter) per hari. Berikut ada tabel perbandingan antara air yang dihabiskan untuk menghasilkan satu kilogram daging dengan air yang dihabiskan untuk menghasilkan satu kilogram sayur dan buah.

Tabel perbandingan jumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan produk hewani dengan jumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan produk nabati
Per  1 kg
Air (galon)
Sapi
10.400
Babi
3.260
Ayam
1.630
Apel
98
Tomat
60
Gandum
50
Selada
46
(Sumber: Penelitian Geogikal AS)

Alasan kedua tidak lain adalah alasan kesehatan. Saya masih ingat betul sekitar 10 tahun yang lalu dokter mendiagnosa Mama saya menderita kanker payudara. Seperti yang saya ketahui, seseorang yang keluarganya memiliki riwayat kanker payudara, beresiko lebih tinggi terkena kanker payudara. Sejak mengetahui hal itu, saya berusaha untuk meminimalisir resiko tersebut, salah satunya dengan bervegetarian. 

Tentunya kita semua tahu konsumsi daging merah yang berlebihan tidak hanya dapat meningkatkan resiko terkena kanker, namun juga dapat meningkatkan resiko terkena penyakit serius lainnya seperti kolesterol, stroke, penyakit jantung, diabetes, dan lain-lain. Hal itu telah dibuktikan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi daging secara berlebihan lebih beresiko terkena stroke daripada orang yang asupan sayuran dan buahannya cukup dan tidak mengkonsumsi daging. 

Namun banyak masyarakat yang berpersepsi bahwa daging merupakan sumber gizi utama dan orang yang tidak mengkonsumsi daging asupan gizinya tidak akan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, hal itu sama sekali tidak benar. Selain dari daging, asupan gizi juga bisa kita peroleh dari sayur, buah, dan kacang-kacangan. Buktinya, selama 2 tahun saya bervegetarian, puji syukur sampai sekarang saya masih sehat, berat badan saya juga memenuhi standar, bahkan saya juga bisa mendonorkan darah saya setiap 3 bulan sekali. Bukti lainnya, lihat aja hewan-hewan herbivora seperti gajah dan banteng yang tetap bisa kuat walaupun hanya makan tumbuh-tumbuhan. Hehe
Tabel Kandungan protein dan kolesterol pada beberapa jenis makanan
Makanan
Protein (per 100 g)
Kolesterol (mg)
Beras
8
0
Oat
17
0
Tahu
16
0
Tempe
19
0
Gluten (daging nabati dari terigu)
70
0
Kacang Hijau
24
0
Kacang Kedelai
36
0
Kacang Tanah
25
0
Kacang Merah
24
0
Wijen
17
0
Jagung
3
0
Ayam
28
85
Babi
32
96
Bebek
11
76
Sapi
36
90
Ginjal
27
716
Hati
26
381
Telur Ayam
14
459
Kepiting
20
100
Tiram
7
55
Udang
20
252

(Sumber: www.huffingtonpost.com, www.pcrm.org, www.theproteinmyth.com, www.nal.usda.gov, www.soystache.com)

Alasan yang ketiga adalah pertimbangan moral. Bukankah hewan juga makhluk hidup juga seperti kita? Di dalam tubuh mereka juga mengalir darah sama seperti kita. Mereka juga memiliki perasaan, mereka juga bisa merasakan sakit sama seperti kita. Lalu bagaimana bisa kita memakan daging mereka yang diperoleh dari proses yang membuat mereka menderita? Bagaimana jika kita ada di posisi mereka? 
Demi kenikmatan sementara dan mengenyangkan perut bukanlah alasan yang pantas bagi kita untuk membunuh mereka secara paksa dan kemudian memakan daging mereka. No animal deserves to die for your tastebuds, Guys :)
 
Oyah, selain alasan-alasan di atas, ada satu sosok yang begitu memotivasi saya untuk menjadi seorang vegetarian. Dialah seekor anjing yang pernah saya jumpai di tempat dimana saya biasanya beribadah. Namanya “Senni”, mirip dengan nama saya, hanya beda satu huruf di belakangnya, tapi bacanya tetap sama. “Senny” dan “Senni”. HAHA. Hebatnya, Senni adalah seorang (baca: seekor) vegetarian. Bayangkan saja.. Seekor anjing yang merupakan hewan karnivora saja bisa menjadi vegetarian, kenapa kita tidak? Dan sejak saat itu lah, saya semakin membulatkan tekad saya untuk belajar bervegetarian. Saya harus menjadi seorang vegetarian. HARUS! 

Bagaimana? Tertarik untuk menjadi seorang vegetarian? Harapan saya sih setelah membaca tulisan ini, ada diantara kalian yang tergerak untuk bervegetarian, atau setidaknya kalian bisa mulai mengurangi konsumsi daging.  Mungkin yang tadinya mengkonsumsi daging tiga kali sehari, bisa dikurangi menjadi dua kali sehari. Tapi lebih baik sih gak makan daging sama sekali. Hehe. Memang sulit untuk mengubah pola makan daging yang sudah kita terapkan sejak kecil menjadi pola makan vegetarian. Itu juga yang saya alami dulu. Namun, jika kita sudah merasakan manfaat dari bervegetarian, mungkin akan timbul penyesalan dalam diri kita “kenapa ya gak dari dulu saja saya jadi vegetarian?”.

Menjadi seorang vegetarian atau menjadi seorang pemakan daging itu pilihan. Tinggal bagaimana kita memilih hal yang terbaik bagi diri kita sendiri, lingkungan, dan semua makhluk hidup. Pilihlah hal terbaik yang menurutmu bisa memberikan dampak positif bagi dirimu sendiri, lingkungan, dan semua makhluk. Muliakan dirimu sendiri, muliakan lingkungan, muliakan semua makhluk hidup. Just sharing. Hehe
Semoga bermanfaat